Poseidon - HMP21023
Sebuah buku karya Sun Tzu yang berisikan tulisannya sejak 2500 tahun yang lalu mengenai seni berperang. Seni yang bukan hanya penting bagi negara saat itu, namun penting juga bagi kehidupan, keselamatan, yang sampai saat ini masih bisa diterapkan. Yang terpenting juga bahwa Seni Perang menunjukkan dengan jelas 'bagaimana mengambil inisiatif' untuk melawan musuh kita. Sun Tzu mengatakan jika kita mengetahui musuh kita dan diri kita sendiri, maka tidak perlu takut akan hasil dari peperangan tersebut. Buku Sun Tzu juga menunjukkan bahwa semua konflik, seperti bisnis sehari-hari, perdebatan, perjuangan mempertahankan hidup sehari-hari, hingga persaingan dengan lawan jenis, itu semua merupakan perang dengan peraturan yang sama. Buku ini pun diharapkan oleh editor agar seluruh pihak yang bekerja di pemerintahan hingga para pelajar dan mahasiswa agar memperoleh ilmu Sun Tzu yaitu Seni Perang. Pengetahuan yang diyakini dapat memberikan perlindungan dalam mendidik anak-anak agar bisa tumbuh berkembang dengan baik. Perlu digarisbawahi bahwa tujuan sebenarnya dari perang sejak zaman kuno adalah untuk perdamaian.
Dalam Bab I bertajuk Menetapkan Rencana, Sun Tzu mengatakan bahwa Seni Perang memiliki lima faktor konstan yang semuanya perlu dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Hukum Moral: Mendorong orang-orang atau pasukan agar selaras dan yakin dengan pemimpinnya
- Langit: Kondisi medan peperangan dari alamnya, cuacanya, suhunya, langitnya
- Bumi: Kondisi medan peperangan dari lapangannya, seperti jarak dari tempat awal, besar atau kecil, terbuka atau tertutup, aman atau berbahaya.
- Pimpinan: Menggambarkan keunggulan dan kepiawaiannya seorang pemimpin
- Metode dan disiplin: Strategi dan rencana mendisiplinkan pasukannya
Jenderal yang memenangkan peperangan adalah jenderal yang melakukan banyak perhitungan. Jenderal yang kalah dalam peperangan adalah jenderal yang sedikit atau bahkan tidak melakukan perhitungan.
Dalam bab II bertajuk Membiayai Perang, Sun Tzu menunjukkan bahwa Seni Perang juga memerlukan pertimbangan dari segi pembiayaan dan waktu berperang, seperti keperluan transportasi dan persediaan senjata yang harus seefektif mungkin dalam sekali kepergian menuju peperangan, perbekalan yang perlu dipertimbangkan dari pihak musuh juga, serta sumber daya pasukan yang harus memiliki semangat dan amarah yang membara dengan salah satu caranya memberikan jaminan penghargaan. Dengan demikian tujuan suatu peperangan adalah menang dan bukan perang yang berkepanjangan.
Dalam bab III bertajuk Pedang yang Tersarungkan, keunggulan tertinggi dalam perang adalah mematahkan pertahanan musuh tanpa berperang. Bentuk kebijakan tertinggi dari peran pimpinan saat perang adalah; pertama menghancurkan rencana musuh, kedua mencegah penggabungan kekuatan-kekuatan musuh, dan ketiga adalah menyerang pasukan musuh di medan perang. Kebijakan paling buruk adalah mengepung kota yang berbenteng karena memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Itulah yang disebut metode menyerang dengan siasat melalui pedang yang tersarungkan.
Ada tiga cara di mana penguasa atau raja bisa mengakibatkan kehancuran pasukan, antara lain: Dengan memerintah pasukan untuk maju atau mundur tanpa mengetahui fakta kebisaan pasukan tersebut; Dengan berusaha memerintahkan pasukan dengan cara memerintahkan negara yaitu dengan prinsip kemanusaiaan dan keadilan, bukan dengan prinsip fleksibilitas; dan dengan merekrut perwira pasukan tanpa diskriminasi berdasarkan adaptasi keadaan yang terjadi.
Ada lima hal penting untuk memperoleh kemenangan:
- Orang yang tahu kapan harus berperang atau tidak
- Orang yang tahu bagaimana caranya untuk menangani kekuatan, baik yang berasal dari dalam maupun luar.
- Pasukan yang memiliki daya juang dan disiplin yang kuat serta seragam pada seluruh tingkatan pasukan.
- Orang yang tahu bahwa pasukan sudah siap, sementara lawan dalam kondisi tak siap.
- Orang yang memiliki kapasitas militer dan kebebasan untuk memerintahkan pasukan tanpa adanya gangguan dari pihak lain.\
Dalam bab IV bertajuk Taktik, pepatah mengatakan bahwa "Seseorang mungkin mengetahui bagaimana mengalahkan tanpa melakukan", artinya diperlukan taktik untuk menghindari kekalahan dan untuk mengalahkan musuh. Keunggulan yang sebenarnya adalah membuat rencana secara rahasia, bergerak secara diam-diam, mengalihkan perhatian musuh dan merusak rencananya. Petarung yang cerdik adalah orang yang tidak hanya bisa menang, namun bisa menang dengan mudah walau tidak akan ada yang tahu kehebatannya karena pergerakannya secara diam-diam (tanpa pertumpahan darah). Jadi dalam perang, ahli strategi hanya akan berperang apabila kemenangan telah mereka peroleh, sementara yang ditakdirkan untuk kalah adalah orang yang sudah berperang baru mencari kemenangan.
Dalam bab V bertajuk Energi, Dalam peperangan tidak lebih dari dua metode, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Namun kombinasi dari kedua hal itu bisa menciptakan manuver yang tidak ada habisnya. Seseorang yang ahli dan berhasil membuat musuh terus bergerak sesuai perkiraan, dan mempertahankan umpan, dia akan mendapatkan waktu yang tepat untuk menyerang. Petarung yang handal akan mempertimbangkan energi gabungan dengan melihat skill atau bakat masing-masing individu dan memanfaatkannya sesuai kemampuan yang dimiliki. Energi yang dikembangkan oleh para prajurit tersebut adalah seperti momentum batu bulat yang menggelinding ke bawah dari gunung yang tinggi.
Dalam bab VI bertajuk Titik Lemah dan Titik Kuat, diketahui bahwa pihak yang lebih dulu tiba di medan perang dan menunggu musuh akan dengan mudah menguasai peperangan dengan energi dan strategi yang lebih baik. Mereka akan menarik perhatian musuh dengan menggunakan umpan, dan akan menyerang beberapa titik penting yang perlu dipertahankan oleh musuh. Seorang panglima dikatakan ahli menyerang apabila musuhnya tidak tahu apa yang harus dipertahankan, sedangkan seorang panglima dikatakan ahli bertahan apabila musuhnya tidak tahu apa yang harus diserang. Seni kecepatan dan kerahasiaanlah yang mengajarkan bagaimana untuk tidak terlihat dan tidak terdengar sehingga dapat menguasai takdir musuh. Jika kita mengetahui kondisi atau jumlah pasukan musuh terlebih dahulu, maka kita bisa memfokuskan untuk menyerang ke suatu sisi yang tidak diketahui musuh sedangkan musuh hanya bisa membagi pasukan sama rata untuk berlindung, karena jika musuh tetap memfokuskan di suatu titik maka akan membuka celah titik lemah yang dapat diserang. Seperti halnya aliran air yang tidak berbentuk konstan, dalam peperangan juga tidak ada kondisi yang konstan, maka pemikiran atau perubahan taktik di kondisi-kondisi tertentu harus tetap diantisipasi.
Dalam bab VII bertajuk Manuver, Salah satu kesulitan seorang panglima perang adalah memikirkan manuver taktis. Kesulitan dalam mengubah yang berliku-liku menjadi lurus, mengubah kerugian menjadi keuntungan. Dengan demikian, mengambil jalan yang panjang dan menarik perhatian musuh keluar agar dapat mencari cara mencapai tujuan sebelum musuh melakukannya merupakan kemampuan deviasi dalam perang. Namun kita tidak bisa menggerakan pasukan apabila belum mengenal wilaya yang akan dihadapi. Jika kita tidak mempertimbangkan petunjuk-petunjuk tentang kondisi lokal maka kita tidak akan mendapatkan keuntungan dari alam. Renungkan dan pertimbangkan secara cermat sebelum bergerak, Orang yang dapat menaklukkan adalah orang yang tahu cara mengalihkan perhatian. Itulah seni bermanuver
Dalam bab VIII bertajuk Variasi Taktik, Sun Tzu menggambarkan berbagai variasi taktik yang dapat digunakan dalam pertempuran. Ia menyebutkan bahwa taktik harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada. Beberapa contoh taktik yang disebutkan termasuk penggunaan tipuan, pengalihan perhatian musuh, serangan cepat, dan pengepungan.
Dalam bab IX bertajuk Pasukan dalam Perjalanan, Sun Tzu menjelaskan pentingnya penggunaan formasi yang tepat dalam pertempuran. Ia mengemukakan bahwa formasi yang kuat dapat memberikan keunggulan taktis dan memungkinkan pasukan untuk mengatasi situasi yang sulit. Sun Tzu juga menyebutkan berbagai macam formasi dan memberikan contoh bagaimana formasi yang tepat dapat mempengaruhi hasil pertempuran.
Dalam bab X bertajuk Tanah, Sun Tzu membahas tentang pentingnya memahami dan memanfaatkan faktor-faktor teritorial dalam perang. Ia menjelaskan bahwa pengetahuan tentang kondisi geografis, jalur pergerakan, dan sumber daya di daerah pertempuran dapat memberikan keunggulan strategis. Sun Tzu juga menggarisbawahi perlunya mengamati dan memanfaatkan kesalahan musuh yang terkait dengan teritorial.
Dalam bab XI bertajuk Sembilan Situasi, membahas tentang penggunaan mata-mata dalam perang. Sun Tzu mengungkapkan pentingnya mendapatkan informasi yang akurat dan mengandalkan mata-mata untuk memperoleh keuntungan intelijen. Ia menjelaskan bahwa mata-mata yang baik dapat memberikan informasi tentang rencana musuh, kekuatan dan kelemahan mereka, serta memengaruhi persepsi musuh terhadap situasi.
Dalam bab XII bertajuk Menyerang dengan Api, Sun Tzu menjelaskan strategi yang efektif untuk mengepung, menangkap, dan memenjarakan musuh. Ia memberikan panduan tentang bagaimana memanfaatkan kondisi tertentu, mengisolasi pasukan musuh, dan mengatur perangkap untuk mencapai tujuan penangkapan musuh dengan efektif.
Dalam bab XIII bertajuk Kegunaan Mata-Mata, Sun Tzu menguraikan peran dan kegunaan mata-mata dalam pertempuran. Ia menekankan pentingnya mengamati musuh, memperoleh intelijen yang akurat, dan menggunakannya untuk membuat keputusan strategis yang cerdas. Sun Tzu juga memberikan nasihat tentang bagaimana melindungi mata-mata Anda dan cara-cara untuk mengelola informasi yang diperoleh dari mata-mata dengan bijaksana.
Sekian dari review saya mengenai buku The Art of War karya Sun Tzu.
Keterkaitan dengan 5 Olah:
Jika dikaitkan dengan materi 5 olah yang harus dikuasai oleh Danlap, buku ini memberikan penggambaran dalam bentuk perang dengan sangat rinci. Bagaimana seorang jenderal perang atau pemimpin dalam memimpin dan membawa pasukannya menuju kemenangan yang sesungguhnya dari sebuah peperangan. Jenderal perang itu bagaikan Danlap. Ia memiliki peran dan tanggung jawab untuk memimpin pasukannya untuk dapat mematuhi perintah dan arahannya tanpa memiliki keraguan sedikit pun. Dan salah satu cara agar Danlap dapat dipercayai secara utuh oleh pasukannya, Danlap harus menguasai 5 olah yang dijelaskan.
1. Olah Fisik: Layaknya seorang Jenderal perang, seorang Danlap harus memiliki fisik yang baik dan teruji sebelum ia dapat turun ke pasukannya atau naik menjadi seorang Danlap
2. Olah Pikir: Masih mengenai individu dan kepiawaian seorang pemimpin atau jenderal, Jenderal atau Danlap yang baik adalah mereka yang bisa mempunyai pola pikir yang lebih kritis dan lebih jauh mempertimbangkan segala hal dan kemungkinan yang akan terjadi. Salah satu contohnya mengetahui kondisi musuh atau pasukan yang ingin ia taklukan atau pimpin.
3. Olah Rasa: Sebagaimana jenderal ingin pasukannya dapat mengikuti arahannya tanpa keraguan dan mematuhi sesuai apa yang ia sampaikan. Jenderal atau Danlap harus menyampaikan pesan atau perintahnya dengan menggunakan olah rasa yang baik. Sesuai perkataan Sun Tzu, "Jika perintah tidak jelas dan perintah tidak dipahami sepenuhnya, maka yang salah adalah panglima (pimpinan)". Tentunya dalam hal ini pesan yang disampaikan merupakan tanggung jawab pimpinannya agar tersampaikan dengan baik
4. Olah Suara: Sama seperti olah rasa, bagaimana olah suara yang dimiiliki Jenderal atau Danlap lah yang menentukan bagaimana perintah atau pesan dapat terdengar dan tersampaikan secara jelas hingga tidak perlu adanya pengulangan bagi para pasukannya. Jika perintah atau pesan tidak terdengar dengan jelas maka yang salah adalah pimpinannya.
5. Olah Ruang: Olah ini yang sifatnya sangatlah luas. Olah ruang memerlukan kesadaran dari Jenderal atau Danlap sebagai pemimpin yang perlu mempertimbangkan keadaan alam, lapangan, pasukan, musuh, hingga waktu. Hal ini dilakukan agar selama keberjalanannya nanti jika perlu akan mendapatkan dukungan alam karena pemilihan waktu, tempat, dan kondisi yang sesuai dengan pertimbangan baik pro dan kontranya.
Komentar
Posting Komentar